TEORI-TEORI YANG MELANDASI PERKEMBANGAN KREATIVITAS
A.
Teori
Wallas
Teori
Wallas, salah satu teori yang sampai sekarang banyak dikutip adalah teori
Wallas yang dikemukakan pada tahun 1926 dalam bukunya “The Art of Thought”
(Piirto, 1992) yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu
(1) persiapan, (2) inkubasi, (3) iluminasi, dan (4) verifikasi. Berabad – abad
orang berupaya menjelaskan apa yang terjadi apabila seseorang mencipta.
Pada
tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan
belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya.
Pada
tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data/informasi tidak dilanjutkan.
Tahap inkubasi adalah tahap di mana individu seakan – akan melepaskan diri
untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan
masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra – sadar.
Sebagaimana terlihat dari analisis biografi maupun dari laporan tokoh seniman
dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang
merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah
pra – sadar. Sebagaimana terlihat dari analisis biografi maupun dari laporan
tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya
inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru
berasal dari daerah pra – sadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh.
Tahap
ilumunasi adalah tahap timbulnya “insight” atau “Aha – Erlebnis”, saat
timbulnya inspirasi atau gangguan baru, beserta proses – proses psikologi yang
mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
Tahap
verifikasi atau evaluasi adalah tahap di mana ide atau kreasi baru tersebut
harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan
konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus
diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis).
B.
Teori Ernst
Kris
Erns
Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi seiring
memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif menurut teori ini adalah
mereka yang paling mampu “memanggil” bahan dari alam pikiran tidak sadar.
Seorang yang kreatif tidak mengalami hambatan untuk
bias “seperti anak” dalam pemikirannya. Mereka dapat mempertahankan “sikap bermain” mengenai masala-masalah
serius dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka m ampu malihat
masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka melakukan regresi
demi bertahannya ego (Regression in The Survive of The Ego)
C.
Teori
Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) berpendapat manusia
mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan
tersebut adalah:
·
Kebutuhan fisik/biologis
·
Kebutuhan akan rasa aman
·
Kebutuhan akan rasa dimiliki (sense of belonging) dan
cinta
·
Kebutuhan akan penghagaan dan harga diri
·
Kebutuhan aktualisasi / perwujudan diri
·
Kebutuhan estetik
Kebutuhan-kebutuhan tersebut mempunyai urutan
hierarki. Keempat Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Kedua
Kebutuhan berikutnya (aktualisasi diri dan estetik atau transendentasi) disebut
kebutuhan “being”. Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.
Bila bebas dari neurosis, orang yang
mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang hakiki. Mereka mencapai
“peak experience” saat mendapat kilasan ilham (flash of insight).
Sumber :