KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PROSES PENGEMBANGAN KREATIVITAS DAN BAKAT
A.
Hambatan
pengembangan kreativitas
Kreativitas
menurut Wanei (dalam Etty, 2003) merupakan kemampuan mental untuk membentuk
gagasan atau ide baru. Hal senada juga dikemukakan oleh Fuad Nashori (2002)
kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu
yang baru. Kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan
pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman
sebelumnya, sehingga menghasilkan hal yang baru, lebih berarti, dan lebih
bermanfaat. Kreativitas siswa masih merupakan potensi yang masih harus
dikembangkan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal
(Munandar, 1995).
1.
Tantangan
Dan Hambatan Dalam Berpikir Kreatif
Ada banyak tantangan yang dihadapi dalam proses berpikir
kreatif, di antaranya adalah:
a. ragu-ragu
dan tidak ada keberanian dalam menyampaikan ide karena dihantui perasaan takut
salah, hawatir idenya akan dilecehkan orang lain, dan takut dikucilkan dari
lingkungan.
b. sangat
terikat pada mekanisme berpikir yang sudah terpola secara baku, sehingga
memandang tidak perlu direpotkan dengan mencari-cari sesuatu yang baru dan belum
tentu akan menjadi lebih baik.
c. kondisi
lingkungan yang bersifat status quo sehingga cenderung akan
menolak perubahan.
d. proses
berpikir yang lamban sehingga idenya keburu ditangkap pihak lain.
Lingkungan
dan budaya tradisional seringkali menjadi penghambat utama bagi lahirnya
kreativitas. Misalnya: kurangnya wawasan dan penguasaan pengetahuan yang
terbatas, tradisi turun temurun yang mengajarkan bahwa seorang anak harus
selalu patuh akan menghambat kreativitas berpikir anak, pimpinan yang bersifat
otoriter tidak memberi kesempatan kepada anak buahnya untuk berbeda pendapat,
penolakan lingkungan atas ide kreatif yang dimunculkan akan mematikan semangat
orang untuk menemukan terobosan baru, suasana hati yang sedang gundah atau
panas akan ikut menutup lahirnya ide baru, demikian pula ancaman atau tekanan (pressure) dari
pihak lain dapat membuyarkan gagasan-gagasan baru.
2.
Kendala
Pengembangan Kreativitas Anak
Kreativitas merupakan faktor penentu keberbakatan di samping
tingkat kecerdasan di atas rata-rata. ‘Namun, Amabile mengatakan bahwa
lingkungan yang menghambat dapat merusak motivasi anak, betapa kuat pun, dan
dengan demikian mematikan kreativitas’ (Munandar, 2004: 223)
Masalahnya ialah bahwa dalam upaya membantu anak
merealisasikan potensinya, sering kita menggunakan cara paksaan agar mereka
belajar. Penggunaan paksaan atau kekerasan tidak saja berarti bahwa kita
mengancam dengan hukuman atau memaksakan aturan-aturan, tetapi juga bila kita
memberikan hadiah atau pujian secara berlebih. Amabile mengemukakan empat cara
yang mematikan kreativitas, yaitu:
a. Evaluasi
Rogers (Munandar, 2004: 223) menekankan salah satu syarat
untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan
evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang
asyik berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi
kreativitas anak. Selain itu kritik atau penilaian sepositif apapun meskipun
berupa pujian dapat membuat anak kurang kreatif, jika pujian itu memusatkan
perhatian pada harapan akan dinilai.
b. Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan
memperbaiki atau meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian.
Pemberian hadiah dapat merusak motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.
c. Persaingan
(Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau
hadiah secara tersendiri, karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya
persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai
terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal
ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sayangnya dapat mematikan
kreativitas.
d. Lingkungan
yang Membatasi
Albert Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak
dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai anak ia mempunyai pengalaman
mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin dan hafalan semata-mata.
Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan
pada ujian harus dapat mengulanginya dengan tepat, pengalaman yang baginya amat
menyakitkan dan menghilangkan minatnya terhadap ilmu, meskipun hanya utnuk sementara.
Padahal, sewaktu baru berumur lima tahun ia amat tertarik untuk belajar ketika
ayahnya menunjukkan kompas kepadanya. Contoh ini menunjukkan bahwa jika
berpikir dan belajar dipaksakan dalam lingkungan yang amat membatasi, minat dan
motivasi intrinsik dapat dirusak.
Sumber :