Rabu, 22 November 2017

PERKEMBANGAN KREATIVITAS

TEORI-TEORI YANG MELANDASI PERKEMBANGAN KREATIVITAS

A.     Teori Wallas
            Teori Wallas, salah satu teori yang sampai sekarang banyak dikutip adalah teori Wallas yang dikemukakan pada tahun 1926 dalam bukunya “The Art of Thought” (Piirto, 1992) yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu (1) persiapan, (2) inkubasi, (3) iluminasi, dan (4) verifikasi. Berabad – abad orang berupaya menjelaskan apa yang terjadi apabila seseorang mencipta.
            Pada tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya.
            Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data/informasi tidak dilanjutkan. Tahap inkubasi adalah tahap di mana individu seakan – akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra – sadar. Sebagaimana terlihat dari analisis biografi maupun dari laporan tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra – sadar. Sebagaimana terlihat dari analisis biografi maupun dari laporan tokoh seniman dan ilmuwan, tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra – sadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh.
            Tahap ilumunasi adalah tahap timbulnya “insight” atau “Aha – Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gangguan baru, beserta proses – proses psikologi yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
            Tahap verifikasi atau evaluasi adalah tahap di mana ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (pemikiran kritis).
B.      Teori Ernst Kris
            Erns Kris (1900-1957) menekankan bahwa mekanisme pertahanan regresi seiring memunculkan tindakan kreatif. Orang yang kreatif menurut teori ini adalah mereka yang paling mampu “memanggil” bahan dari alam pikiran tidak sadar.
Seorang yang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bias “seperti anak” dalam pemikirannya. Mereka dapat  mempertahankan  “sikap bermain” mengenai masala-masalah serius dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka m ampu malihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif, mereka melakukan regresi demi bertahannya ego (Regression in The Survive of The Ego)
C.      Teori Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) berpendapat manusia mempunyai naluri-naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan. Kebutuhan tersebut adalah:
·      Kebutuhan fisik/biologis
·      Kebutuhan akan rasa aman
·      Kebutuhan akan rasa dimiliki (sense of belonging) dan cinta
·      Kebutuhan akan penghagaan dan harga diri
·      Kebutuhan aktualisasi / perwujudan diri
·      Kebutuhan estetik

Kebutuhan-kebutuhan tersebut mempunyai urutan hierarki. Keempat Kebutuhan pertama disebut kebutuhan “deficiency”. Kedua Kebutuhan berikutnya (aktualisasi diri dan estetik atau transendentasi) disebut kebutuhan “being”. Proses perwujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas. Bila  bebas dari neurosis, orang yang mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang hakiki. Mereka mencapai “peak experience” saat mendapat kilasan ilham (flash of insight).

Sumber :

Minggu, 15 Oktober 2017

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PROSES PENGEMBANGAN KREATIVITAS DAN BAKAT

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PROSES PENGEMBANGAN KREATIVITAS DAN BAKAT

A.   Hambatan pengembangan kreativitas
       Kreativitas menurut Wanei (dalam Etty, 2003) merupakan kemampuan mental untuk membentuk gagasan atau ide baru. Hal senada juga dikemukakan oleh Fuad Nashori (2002) kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Kemampuan ini merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, sehingga menghasilkan hal yang baru, lebih berarti, dan lebih bermanfaat. Kreativitas siswa masih merupakan potensi yang masih harus dikembangkan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal (Munandar, 1995).
1.    Tantangan Dan Hambatan Dalam Berpikir Kreatif
Ada banyak tantangan yang dihadapi dalam proses berpikir kreatif, di antaranya adalah:
a.    ragu-ragu dan tidak ada keberanian dalam menyampaikan ide karena dihantui perasaan takut salah, hawatir idenya akan dilecehkan orang lain, dan takut dikucilkan dari lingkungan.
b.    sangat terikat pada mekanisme berpikir yang sudah terpola secara baku, sehingga memandang tidak perlu direpotkan dengan mencari-cari sesuatu yang baru dan belum tentu akan menjadi lebih baik.
c.    kondisi lingkungan yang bersifat status quo sehingga cenderung akan menolak perubahan.
d.    proses berpikir yang lamban sehingga idenya keburu ditangkap pihak lain.
Lingkungan dan budaya tradisional seringkali menjadi penghambat utama bagi lahirnya kreativitas. Misalnya: kurangnya wawasan dan penguasaan pengetahuan yang terbatas, tradisi turun temurun yang mengajarkan bahwa seorang anak harus selalu patuh akan menghambat kreativitas berpikir anak, pimpinan yang bersifat otoriter tidak memberi kesempatan kepada anak buahnya untuk berbeda pendapat, penolakan lingkungan atas ide kreatif yang dimunculkan akan mematikan semangat orang untuk menemukan terobosan baru, suasana hati yang sedang gundah atau panas akan ikut menutup lahirnya ide baru, demikian pula ancaman atau tekanan (pressure) dari pihak lain dapat membuyarkan gagasan-gagasan baru.
2.    Kendala Pengembangan Kreativitas Anak
Kreativitas merupakan faktor penentu keberbakatan di samping tingkat kecerdasan di atas rata-rata. ‘Namun, Amabile mengatakan bahwa lingkungan yang menghambat dapat merusak motivasi anak, betapa kuat pun, dan dengan demikian mematikan kreativitas’ (Munandar, 2004: 223)
Masalahnya ialah bahwa dalam upaya membantu anak merealisasikan potensinya, sering kita menggunakan cara paksaan agar mereka belajar. Penggunaan paksaan atau kekerasan tidak saja berarti bahwa kita mengancam dengan hukuman atau memaksakan aturan-aturan, tetapi juga bila kita memberikan hadiah atau pujian secara berlebih. Amabile mengemukakan empat cara yang mematikan kreativitas, yaitu:
a.    Evaluasi
Rogers (Munandar, 2004: 223) menekankan salah satu syarat untuk memupuk kreativitas konstruktif ialah bahwa pendidik tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian evaluasi sewaktu anak sedang asyik berkreasi. Bahkan menduga akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas anak. Selain itu kritik atau penilaian sepositif apapun meskipun berupa pujian dapat membuat anak kurang kreatif, jika pujian itu memusatkan perhatian pada harapan akan dinilai.
b.    Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan memperbaiki atau meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi intrinsik dan mematikan kreativitas.
c.    Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi lebih kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri, karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap pekerjaan siswa lain da bahwa yang terbaik akan menerima hadiah. Hal ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan sayangnya dapat mematikan kreativitas.
d.   Lingkungan yang Membatasi
Albert Einstein yakin bahwa belajar dan kreativitas tidak dapat ditingkatkan dengan paksaan. Sebagai anak ia mempunyai pengalaman mengikuti sekolah yang sangat menekankan pada disiplin dan hafalan semata-mata. Ia selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya dengan tepat, pengalaman yang baginya amat menyakitkan dan menghilangkan minatnya terhadap ilmu, meskipun hanya utnuk sementara. Padahal, sewaktu baru berumur lima tahun ia amat tertarik untuk belajar ketika ayahnya menunjukkan kompas kepadanya. Contoh ini menunjukkan bahwa jika berpikir dan belajar dipaksakan dalam lingkungan yang amat membatasi, minat dan motivasi intrinsik dapat dirusak.

Sumber :

Selasa, 26 September 2017

IDENTIFIKASI KREATIVITAS DAN BAKAT

IDENTIFIKASI KREATIVITAS DAN BAKAT

A.     Alasan untuk menemukenali Bakat Kreatif
1.  Pengayaan
Tujuan utama dari tes kreativitas ialah untuk mengindetifikassi potensi kreatif anak berbakat.Secara historis,keberbakatan diartikan sebagai mempunyai inteligensi tinggi dan inteligensi tradisional merrupakan ciri utama untuk mengidentifikassi anak berbakat intelektual Kesamaan antara inteligensi dan talenta ialah apa yang disebut precocity( keadaan cepat menjadi matang) .Anak yang precocious adalah seseorang yang mampu melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh mereka yang lebih tinggi usianya.Precocity belum tentu berarti mampu mencapai produktivitas yang orisinil .Kapassitas terakhir ini disebut Prodigiousness .Child Prodigy adalah seseorang yang prestassinya begitu luar biasa dan langka sehingga menakjubkan.
2.  Perbaikan (remediasi)
Alassan kedua yaitu untuk menemukenali mereka yang kemampuan kreatifnya sangat rendah.Yang tidak menguntungkan ialah bahwa program remedial dalam kreativitas masih sangat langka,bahkan di Indonesia belum ada.Salah satu ssebab ialah karena kita kurang mengetahui bagaimana melakukan hal ini .Sebab lainnya,banyak orang melihat kreativitas sebagai bakat pembawaan ,dan tidak sebagai suatu kapasitas yang dapat dipelajari.
3. Bimbingan Kejuruan
Penggunaan tes kreativitas untuk membantu siswa memilih jurusan pendidikan dan karierr masih pada tahap awal .
4. Evaluasi pendidikan
Pendidik sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah sekolah akan menggunakan program pengembangan kreativitas.Merreka khawatir bahwa hal itu dapat menyebabkan menurunnya prestasi belajar siswa.
5.  Pola Perkembangan Kreativitas
Untuk 2 alasan :
a.  Mengetahui bagaimana pertumbuhan dan penurunan kreativitas pada macam-macam tipe orang .
b.  Mengetahui apakah ada masa puncak dimana kreativitas sebaiknya dilatih. Davis melihat tiga penggunaan tes kreativitas ,yaitu
-     untuk mengidentifikasi siswa berbakat kreatif
-     untuk tujuan penelitian
-     untuk tujuan konseling
B.   JENIS ALAT UNTUK MENGUKUR BAKAT KREATIF
Potensi kreatif dapat diukur melalui beberapa pendekatan, yaitu pengukuran langsung; pengukuran tidak langsung, dengan mengukur unsur-unsur yang menandai ciri tersebut; pengukuran ciri kepribadian yang berkaitan erat dengan ciri tersebut; dan beberapa jenis ukuran yang bukan tes. Pendekatan kelima adalah dengan menilai produk kreatif nyata.
1.  Tes yang Mengukur Kreativitas secara Langsung
Sejumlah tes kreativitas telah disusun dan digunakan, antara lain tes terkenal dari Torrance yang digunakan untuk mengukur pemikiran kreatif (Torrance Test of Creative Thinking: TICT) yang mempunyai bentuk verbal dan bentuk figural. Ada yang sudah diadaptasi untuk Indonesia, yaitu Tes Lingkaran (Circles Test) dari Torrance.tes ini pertama kali digunakan di Indonesia dalam penelitian Utami Munandar (1997) untuk disertasinya “Greativity and Education”, dengan tujuan membandingkan ukuran kreativitas verbal dengan ukuran kreatifitas figural.
2. Tes yang Mengukur Unsur-Unsur Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu konstruk yang multidimensi, terdiri dari berbagai dimensi, yaitu dimensi kognitif (berpikir kreatif), dimensi afektif (sikap dan kepribadian), dan dimensi psikomotorik (keterampilan kreatif). Masing-masing dimensi meliputi berbagai kategori, misalnya dimensi kognitif dari kreativitas-berpikir divergen-mencakup antara lain kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam berpikir, kemampuan untuk memperinci (elaborasi), dll.
3. Tes yang Mengukur Ciri Kepribadian Kreatif
Beberapa tes mengukur ciri-ciri khusus, antara lain adalah :
-  Tes Mengajukan Pertanyaan, yang merupakan bagian dari Tes Torrance untuk Berpikir Kreatif.
-  Tes Risk Taking, digunakan untuk menunjukkan dampak pengambilan resiko terhadap kreativitas.
-  Tes Figure Preference dari Barron-Welsh yang menunjukkan dampak pengambilan risiko terhadap kreativitas.
-   Tes Sex Role Identity untuk mengukur sejauh mana seseorang mengidentifikasikan diri.
-   Dengan peran jenis kelaminnya. Alat yang sudah digunakan di Indonesia adalahBem Sex Role Inventory.
4.  Pengukuran Bakat Kreatif secara Non-Tes
Dalam upaya mengatasi keterbatasan tes tertulis untuk mengukur kreativitas dirancang beberapa pendekatan alternatif.
-   Daftar Periksa (Cheklist) dan Kuesioner
Alat ini disusun berdasarkan penelitian tentang karakteristik khusus yang dimiliki pribadi kreatif.
-   Daftar Pengalaman
Teknik ini menilai apa yang telah dilakukan seseorang di masa lalu. Beberapa studi menemukan korelasi yang tinggi antara “laporan diri” dan prestasi kreatif di masa depan. Format yang paling sederhana adalah meminta seseorang menulis autobiografi singkat, yang kemudian dinilai untuk kuantitas dan kualitas perilaku kreatif.
5.  Pengamatan Langsung terhadap Kinerja Kreatif
Mengamati bagaimana orang bertindak dalam situasi tertentu nampaknya merupakan teknik yang paling absah, tetapi makan waktu dan dapat pula bersifat subyektif.
C.  CONTOH KASUS
Uji kreativitas
Bagian I
Dalam satu menit, pikirkan semua manfaat yang mungkin didapatkan dari
sebuah kaleng kosong. Tulis jawaban anda pada sehelai kertas. Cobalah
memunculkan sebanyak mungkin manfaat yang didapatkan.
Bagian II
Uji Torrance yang lengkap mengukur empat keterampilan kreatif utama
yang berkaitan dengan pemikir divergen. Dalam contoh kaleng di atas, para
penilai yang terlatih menilai tanggapan peserta didik dan menilai
berdasarkan empat katagori berikut ini.
a)  Kepiawaian, kemampuan memunculkan banyak ide yang beragam. 
Berapa banyak ide yang dihasilkan secara keseluruhan. 
b)  Keluwesan, kemampuan memunculkan ide dalam beberapa kategori.  Berapa macam manfaat yang didapat dari sebuah kaleng? Jawaban yang paling umum sebagai wadah, tetapi kaleng juga dapat digunakan sebagai mainan. Perangkat komunikasi, dan sebagainya.  
c)  Keorsinilan, kemampuan memunculkan ide yang unik dan aneh. Jawaban yang terkait dengan kegunaan yang sudah umum tidak akan mendapatkan nilai. Kegunaan yang unik, seperti “topi untuk boneka” akan diberi nilai 2 poin.  

d) Pengembangan, kemampuan menambahkan detail atau memperluas kegunaan benda yang dimkasud. Ide yang mengharuskan dilakukannya penambahan atau perubahan bentuk akan mendapatkan tambahan nilai. Misalnya, jika suatu ide mengharuskan kaleng itu dicairkan, dilebur,  dicat bahkan dikombinasikan dengan kaleng lain, nilai yang didapat akan lebih tinggi. Contoh apabila dicairkan, diberi nilai 1, apabila dicairkan dan dicat, nilai 2 dan sebagainya.  

sumber :
    Sumber 1
    Sumber 2
    Sumber 3

#SIP MERANCANG APLIKASI PSIKOLOGI

1. VIA Survey (Psikologi Positif) Survey VIA adalah tes kepribadian psikologi yang telah divalidasi untuk mengukur kekuatan karakt...